“Murni Ranah Hukum Perdata dan Bukanlah Pidana” Sidang Lanjutan Perkara Prapidkan Polres Dumai Masuk ke Agenda Keterangan Saksi dan Ahli

0
72

DUMAI, SUARAPERSADA.com – Sidang lanjutan perkara mempraperadilkan (Prapidkan) Polri Cq Polres Dumai memasuki agenda sidang pembuktian dengan mendengarkan keterangan saksi dan saksi ahli dari masing-masing pemohon dan termohon.

Agenda sidang mendengarkan keterangan saksi ahli perkara nomor : 1/Pid.Pra/2025/PN.Dum tersebut digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Dumai Kelas IA, hari ini, Selasa (29/4/2025).

Dalam persidangan tersebut, Pemohon (DY) melalui kuasa hukumnya Mastiwa, SH. & kawan-kawan, dalam sidang ini menghadirkan 2 (dua) orang saksi yakni Ria Nafriady dan Syahputra Abidin.

Mastiwa SH juga menghadirkan 2 (dua) orang saksi ahli perdata Dr. Surizki Febrianto, SH, M.H dan ahli pidana Dr. Erdianto Effendi, SH, M.Hum.

Sebelum keterangan masing-masing saksi ahli, hakim tunggal Taufik Abdul Halim Nainggolan SH terlebih dahulu mendengarkan saksi Syahputra Abidin merupakan security PT Pertamina Dumai.

Dalam sidang tersebut, saksi Syahputra Abidin menyatakan setiap pekerjaan yang dilaksanakan di kawasan PT Pertamina Dumai tentunya harus telah memiliki izin dan disetujui karena tidak mungkin ada pekerjaan tanpa izin.

“Selain itu, dengan adanya SIKA dalam pekerjaan, tentunya pekerjaan ini telah diketahui dan diizinkan oleh Pertamina,” imbuh Syahputra Abidin, saksi security ini.

Saksi Syahputra Abidin dihadapan sidang dengan tegas menguraikan apabila ada pengerjaan proyek di kawasan Pertamina tidak memiliki izin dan tidak adanya SIKA (maksudnya Surat Izin Kerja Aman merupakan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pihak berwenang dalam proyek untuk memastikan pekerjaan dilakukan sesuai standar keselamatan maka pekerjaan itu akan dihentikan oleh pihak security-red).

Saksi security ini dihadapkan hakim Taufik maupun pemohon dan termohon mengakui bahwa 20 item pekerjaan atau proyek yang dikerjakan DY (Pemohon) telah selesai dikerjakan dan sudah digunakan Pertamina Dumai.

“Terkait dengan 20 item proyek yang dikerjakan DY memang telah selesai semua dikerjakan dan sudah digunakan oleh pertamina dalam hal ini pihak security,” ujar saksi security tersebut.

Kemudian saksi Ria Nafriady, dalam keterangannya dihadapan sidang mengakui bahwa dirinya pernah ditunjuk Erwin Effendi sebagai kuasa hukum untuk melakukan penagihan yang belum dibayarkannya sebesar 2,3 M dari pihak Pertamina ke PT Meta Trulli dimana Erwin Effendi adalah direkturnya pengerjaan proyek.

“Sebanyak 20 item pekerjaan proyek di kawasan pertamina telah dikerjakan dan juga telah diakui pihak pertamina,” ungkap saksi Ria Nafriady.

Dalam upaya penagihan yang dilakukan saksi Rian Nafriady dengan pihak Pertamina mengaku telah melakukan beberapa kali pertemuan dengan pihak Pertamina.

Dalam pertemuan dibenarkan dan diakui bahwa pengerjaan proyek telah selesainya semuanya dan akan dilakukan pembayaran namun belum kunjung karena katanya ada perbedaan penghitungan.

“Karena ada perbedaan penghitungan maka akan dilakukan audit dulu,” demikian ujar saksi dalam sidang tersebut.

Sementara itu, dalam pemeriksaan ahli perdata, Dr Surizki, menegaskan bahwa segala sesuatu yang terikat dengan perjanjian maka bukanlah sesuatu yang masuk dalam ranah hukum pidana melainkan harus diselesaikan melalui jalur keperdataan.

Kemudian Dr Surizki menjelaskan, apabila ada penipuan dalam perjanjian kata Surizki tentunya berakibat pada batalnya perjanjian.

“Tapi harus diingat, batalnya perjanjian haruslah dengan kesepakatan kedua belah pihak dalam perjanjian. Jika tidak, maka harus diajukan pembatalan ke pengadilan negeri melalui sarana gugatan perdata,” tegas saksi ahli tersebut.

Selanjutnya dari keterangan ahli pidana, Dr Erdianto, terkait perkara nomor ini menyebutkan bahwa penetapan seseorang menjadi tersangka dalam proses penyidikan haruslah didukung minimal 2 (dua) alat bukti yang sah dan yang terikat dengan alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

Saksi ahli pidana ini mengatakan bahwa pemenuhan 2 (dua) alat bukti ini bukan hanya melihat dari kuantitas terpenuhinya dua alat bukti melainkan juga harus memperhatikan cara memperoleh alat bukti serta relevansi alat bukti dengan perkara yang disangkakan.

“Apabila hanya mengikuti 2 alat bukti tanpa memperhatikan relevansi, maka akan sangat bahaya serta menimbulkan abuse of power (maksudnya tindakan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan seorang pejabat untuk kepentingan tertentu, baik untuk kepentingan diri sendiri, orang lain atau korporasi-red),” ujar saksi ahli pidana itu.

Sementara itu tambah saksi ahli pidana itu lagi menyebut terkait dengan adanya dugaan unsur keperdataan dalam dugaan pidana, maka harus dilihat apakah unsur-unsur pidana yang disangkakan dapat direlevansikan dengan dua alat bukti yang ada.

“Apabila suatu peristiwa berangkat dari suatu perjanjian, maka hal ini tentunya murni ranah hukum perdata dan bukanlah pidana,” urai saksi ahli pidana ini tegas.

Usai gelar sidang mendengarkan keterangan saksi tersebut, DY (pemohon) melalui kuasanya Mastiwa, SH, kepada media menyampaikan, dari keterangan saksi dan ahli yang telah dihadirkan Pemohon jelas sekali tidak ada unsur penipuan oleh DY dalam perkara yang diperiksa oleh Polres Dumai namun murni keperdataan.

Sebagaimana diketahui, perkara ini berangkat dari proyek di kawasan Pertamina Dumai telah selesai dikerjakan kontraktor (DY) selaku Pemohon dalam perkara Prapidkan Polri Cq Polres Dumai ini.

Namun jelas Mastiwa, pekerjaan tersebut belum dilakukan pembayaran oleh pihak Pertamina.

Bahkan tambah Mastiwa SH mengatakan, setelah selesai semua pengerjaan proyek hampir satu tahun setelahnya pihak-pihak yang melaksanakan proyek dimaksud kemudian mengikatkan diri dalam surat perjanjian yang sah.

“Tadi di persidangan jelas terungkap, proyek telah selesai dikerjakan semua dan sudah digunakan Pertamina, hanya saja Pertamina yang belum melakukan pembayaran hingga saat ini”, ujar Mastiwa SH menanggapi, Selasa (29/4/2025).

Editor : Tambunan

Tinggalkan Balasan