DUMAI, SUARAPERSADA.com – Putusan Hakim Pengadilan Negeri (PN) Dumai Kelas IA terhadap terdakwa 5 (lima) orang dalam perkara sabu 11 kg dan pil ekstasi 10 ribu butir menuai atensi dan sorotan publik.
Ragam opini sejumlah masyarakat muncul atas putusan majelis hakim PN Dumai tersebut karena hakim menggagalkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari dari tuntutan hukuman pidana mati di vonis hakim menjadi hukuman masing-masing 18 tahun penjara mengingat bb jumlahnya cukup besar.
“Bagaimana pelaku-pelaku penyalahgunaan dan peredaran narkotika di negeri ini bisa diberantas kalau hukumannya tidak diterapkan maksimal sebagai efek jera untuk pelaku-lainnya”, ujar sejumlah warga.
Dibenarkan, bahwa para terdakwa
dalam perkara ini memang perannya hanya sebagai perantara atau pengedar yang mengharapkan atau mendapatkan upah dari jaringannya, namun kalau tidak diberlakukan hukuman maksimal maka kasus-kasus pengguna dan peredaran narkotika tak akan ada habisnya, oleh karenanya para pemerhati kasus narkoba itu menyebut mendukung hukuman pidana yang diterapkan Jaksa penuntut umum itu.
Terpisah diminta tanggapan lewat nomor WhatsAppnya, Rabu (13/11/2024), Assoc. Prof. Dr. Musa Darwin Pane, Pakar Hukum FH Unikom, soal pemberitaan awak media terkait JPU Kejari Dumai menuntut pidana mati 5 Warga Sibolga dalam perkara penyalahgunaan Sabu dan Pil Ekstasi yang kemudian oleh hakim PN Dumai diputus masing-masing 18 tahun, menyebut mengenai berat ringannya putusan memang menjadi kewenangan hakim.
Namun Assoc. Prof. Dr. Musa Darwin Pane, yang akrab disapa pak mdp di sela-sela sebagai narasumber Lokakarya FH Unikom tahun 2024, mengatakan hakim harus benar-benar cermat, adil dan bijaksana dalam mengadili pelaku penyalahgunaan narkotika dan atau obat-obat terlarang.
“Mengenai berat ringannya putusan memang menjadi kewenangan hakim. Namun hakim harus benar-benar cermat, adil dan bijaksana dalam mengadili pelaku penyalahgunaan narkotika dan atau obat-obat terlarang”, ujar Musa menanggapi.
Karena menurut Musa Darwin Pane lagi, bahwa efek dari penyebaran yang tak terkendali dan meluas akan membuat rusak mental anak bangsa.
“Untuk memulihkannya tidak seperti membalikkan telapak tangan namun butuh waktu dan biaya yang banyak”, ujarnya.
Ia mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk terciptanya ketertiban masyarakat, sedangkan penyalahguna sering membuat kegaduhan di tengah masyarakat.
Oleh karena itu kata Musa Darwin Pane, sepatutnya hakim PN Dumai dapat memberikan hukuman yang patut adil dan beradab.
Sementara itu soal tidak diterapkan hukuman mati, Musa Darwin Pane menyatakan sependapat dengan Hakim PN Dumai memang sebaiknya tidak perlu diterapkan namun bisa diterapkan hukuman yang maksimal.
“Soal tidak diterapkan hukuman mati sependapat dengan hakim PN Dumai memang sebaiknya tidak perlu diterapkan namun bisa diterapkan hukuman yang maksimal diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah bagi siapapun untuk tidak melakukan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang”, tutup Musa Darwin Pane menanggapi dari ujung ponselnya.
Diberitakan media ini sebelumnya, lima orang terdakwa dalam perkara ini kelimanya merupakan warga Kota Sibolga Sumatera Utara (Sumut).
Mereka didakwa dan dituntut dalam perkara Sabu 11 kg dan pil ekstasi 5 kg lebih atau setara 10 ribu butir.
Awalnya mereka terjerembab hukuman kasus narkoba ini setelah mereka (para terdakwa) datang dari Kota Sibolga ke Kota Dumai untuk menjemput sabu dan pil ekstasi dipinggiran salah satu pelabuhan tikus di Dumai atas suruhan seseorang (dpo).
Namun usai transaksi bb sabu dan ekstasi di pinggiran pelabuhan dimaksud dan bb belum sempat diedarkan, para pelaku keburu diamankan polisi hingga bergulir ke meja hijau peradilan di PN Dumai.
Perkara ini diseplit menjadi lima nomor perkara diantaranya perkara nomor : 184/Pid.Sus/2024/PN.Dum atas nama terdakwa Dian Azhari (35), nomor perkara : 185/Pid.Sus/2024/PN Dum atas nama terdakwa Lamhot Bonardo Manik (29), perkara nomor : 186/Pid.Sus/2024/PN.Dum atas nama terdakwa Muda Azhar Siregar (37).
Kemudian perkara nomor : 187/Pid.Sus/2024/PN.Dum atas nama terdakwa Taufik Azhari (42) dan terdakwa perkara nomor : 188/Pid Sus/2024/PN.Dum atas nama terdakwa Hendra Adiyanto Simatupang (45).
Dalam perkara ini, Jaksa Penutup Umum (JPU) Kejari Dumai, Andi Saputra Sinaga SH MH, sebelumnya menuntut para terdakwa dengan hukuman masing-masing pidana mati.
Namun majelis hakim PN Dumai Muhammad Tahir, Taufik Abdul Halim Nainggolan dan hakim Edy Siong, memvonis para terdakwa dengan hukuman masing-masing menjadi 18 tahun penjara.**(Tambunan)