MEDAN, SUARAPERSADA.com – Rampungnya penggodokan Naskah Akademis Ranperda Tentang Perlindungan Pekerja atau Buruh Perkebunan Kelapa Sawit menandakan kebulatan tekad dan upaya Federasi Serikat Buruh Perkebunan Indonesia (DPP F. SERBUNDO) untuk memerdekakan buruh perkebunan sawit dari perbudakan.
Bertempat di ruang pleno Fraksi PKS, Kamis (14/08-2024) Ketua Umum DPP F. SERBUNDO, Herwin Nasution, SH, secara langsung menyerahkan Naskah Akademis dan Draf Ranperda Tentang Perlindungan Pekerja/Buruh Perkebunan Kelapa Sawit yang Sensitif Gender di Sumatera Utara, agar menjadi pembahasan di tingkat Dewan Pertimbangan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatera Utara lewat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD Sumut.
Dalam pertemuan ini, Herwin Nasution, menjelaskan betapa pentingnya perlindungan hukum bagi buruh perkebunan sawit. sebab masih ada terdapat buruh perkebunan sawit yang tidak mendapatkan hak-haknya seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, status kerja, upah kerja, K3, hubungan kerja seperti buruh harian lepas, kernet atau buruh hantu, autsorsing, dan penghalang-halangan berserikat.
Lanjut Herwin Nasution, buruh perkebunan sawit juga bekerja memakai sistem satuan target, waktu, luas dan gabungan sehingga beban kerja cukup berat. Sementara apalabila target tidak tercapai maka pekerja akan dikenakan sangsi dari pihak managemant perusahaan.
“Jadi untuk mendapatkan hasil kerja seorang buruh berjalan kaki seluas 4 (empat) hektar (4 kilo meter) dan harus mendapatkan target sebanyak dua (2) sampai dua setengah (2,5) ton perhari. Akibat beban kerja yang cukup berat ini, maka buruh perkebunan sawit akhirnya harus membawa keluarganya untuk mencapai target kerja,” papar Herwin Nasution.
Lanjut Dia, disamping itu juga tempat mereka bekerja terilisolir, minim trasportasi dan komunikasi sangat sulit dan juga dalam bekerja mengandalkan fisik sehingga banyak mengeluarkan kalori, apalagi buruh perempuan bidang perawatan, penyemprotan dan pemupukan yang berpotensi terpapar bahan kimia, buruh tetap diseharuskan bekerja dengan alat pelindung diri (APD) yang tidak memadai.
“Kebijakan yang ada saat ini lebih mengakomodasi buruh di sektor manufaktur.Sedangkan buruh manufaktur yang bekerja diperkotaan didukung komunikasi, trasportasi, hiburan, pendidikan tersedia dengan mudah dan bekerja dengan menggunakan mesin serta waktu kerja yang memadai,” urai Herwin Nasution.
Menurut Herwin Nasution, Sumatera Utara merupakan daerah perkebunan sawit yang sampai saat ini telah mencapai seluas 2.02 juta haktar (Kementan tahun 2023). Sedangkan jumlah buruh yang bekerja mencapai sekitar 1,9 juta orang (data F. SERBUNDO tahun 2023). Terdapat 237 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara (BBPS Prov. Sumatera Utara). Melihat dari sektor perkebunan yang memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam perekonomian Sumut mencapai 13,88 % dengan jumlah luas perkebunan sawit 2,2 juta haktar di Sumatera Utara. (Sumber https://sumutprov.go.id/artikel/artikel/pemprov-sumut-lakukan-empat-strategi-perkuat-daya-saing-perkebunan )
Minimnya tingkat pendidikan dan kemampuan pada sektor buruh perkebunan sawit yang masih sangat rendah. Melihat realita yang ada di Perkebunan Kelapa Sawit terdapat sebanyak 51,43 % tamatan SD, SMP 31,35 %, SMA 5,11 % dan tidak sekolah ada 12,11 %. (Sumber : OPPUK 2023).
Tingkat pendidikan yang sangat rendah, berakibat terhadap ketidakmampuan buruh sawit untuk menegosiasikan haknya dengan pihak perusahaan. Hal ini juga berakibat pada rendahya posisi tawar buruh sawit ketika berhadapan dengan pihak perusahaan.
Akibat rendahnya posisi tawar buruh sawit dalam hubungan kerja di perkebunan kelapa sawit, mengakibatkan pihak managemant membuat aturan perusahaan tanpa melibatkan pihak buruh maupun pemerintah. Situasi ini bisa dikategorikan sebagai perbudakan modern dan kebijakan aturan di perkebunan seperti Negara dalam Negara.
“Sehingga perlu adanya perundangan-undangan dalam tingkat nasional atau peraturan daerah yang mengatur tentang perlindungan hukum secara khusus buruh diperkebunan kelapa sawit,” pungkas Herwin Nasution.
Sementara itu, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi PKS, Hendro Susanto menyambut baik komitmen F. SERBUNDO yang terus memperjuangkan hak-hak Buruh Perkebunan Sawit, yang saat ini menginisisiasi lahirnya PERDA Perlindungan Buruh Perkebunan Sawit di Sumatera Utara dan saya dari Fraksi PKS mengucapkan terimakasih atas kepercayaannya terhadap Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) untuk sama-sama berjuang supaya adanya proses pembahasan dan pengesah Ranperda ini.
Hendro, menjelaskan saat pertemuan di ruang pleno FPKS yang bisa mengusulkan sebuah ranperda itu ada di legislatif dan pemerintah, dan biasanya kalau masyarakat yang mengusulkan pintunya dari DPR dan DPR itu bisa usulankan lewat Fraksi, anggota Fraksi ataupun Bamperda.
“Proses pengusulan itu biasanya di akhir tahun dan karena usulan ini baru masuk di Fraksi PKS, usulan ini akan kita kaji di Fraksi PKS, semoga ini bisa menjadi pembahasan di pengurusan baru pada priode 2024 – 2029, agar bisa masuk dalam prolegda (Program Legislatif Daerah) dan tidak terlepas dari proses dan tahapan-tahapan dorongan Ranperda agar bisa masuk dalam Prolegda,″ terangnya.**(Tim)