DUMAI, SUARAPERSADA.com – Tidak terima kliennya dituntut JPU masing-masing pidana penjara 3 bulan, Dr M Martin Purba SH MH dan Edy Anton S SH Penasehat Hukum Irawadinata dan Wawandra terdakwa perkara di dalam Kilang Pertamina Internasional RU II Dumai akhirnya menyampaikan nota Pledoi.
Nota pembelaan atau pledoi tersebut sebagaimana dibacakan oleh tim Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Dr Martin Purba SH MH dan Edy Anton SH MH saat sidang lanjutan digelar di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Dumai Kelas IA, Sore tadi, Selasa (2/7/2024).
Dihadapan majelis hakim yang dipimpin Taufik Abdul Halim Nainggolan SH, Liberty Oktavianus Sitorus SH MH dan hakim Nurafriani Putri SH MH, dibantu Panitera Pengganti Parlianto Siregar yang memeriksa dan mengadili perkara, JPU dan terdakwa Irawadinata Rambe dan Wawandra, dengan suara tegas nota pembelaan (pledoi) dibacakan Martin Purba dan Edy Anton pengacara terdakwa.
Pada pokoknya, Pengacara terdakwa kedua pekerja dari PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) yang bekerja di Kilang Pertamina Internasional RU II Dumai itu dalam nota pledoinya mengatakan bahwa terhadap Dakwaan dan Tuntutan Penuntut Umum tersebut pihaknya Keberatan dan menolak.
Oleh karena itu, pengacara terdakwa Dr Martin Purba SH MH dan Edy Anton SH MH dengan tegas menyebut dalam nota pledoinya akan menjelaskan soal alasan keberatan dan menolak tuntutan JPU Kejari Dumai, Andi Saputra Sinaga SH MH yang menuntut hukuman pidana dua kliennya masing-masing 3 bulan penjara.
“Kami akan menjelaskan secara terang benderang mengenai alasan penolakan kami tersebut” kata Martin saat membaca nota pledoinya di ruang sidang.
Mendahului nota pembelaannya, Martin Purba dihadapan sidang menyebut bahwa keadilan menghendaki seseorang yang melakukan perbuatan jahat dan memiliki maksud untuk berbuat jahat memang harus dipidana.
Namun merupakan sebuah kenyataan yang ironis dan bertentangan dengan keadilan serta tidak dapat diterima oleh siapapun yang berakal sehat apabila seseorang diseret sebagai terdakwa dan dijatuhi pidana bukan karena perbuatan dan maksud jahat maupun kesalahan yang dilakukannya menurut pengacaranya sebagaimana yang di dakwakan dan dituntut Jaksa Kejari Dumai kepada dua kliennya (Irawadinata Rambe terdakwa I dan Wawandra terdakwa II-red) jelas Martin.
Oleh karena itu, terhadap perkara aquo atau perkara Pertamina yang didakwakan dan dituntut terhadap terdakwa Irawadinata Rambe dan Wawandra, Pasal 360 Ayat (2) KUH Pidana Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana merupakan perkara tindak pidana turut serta melakukan karena kesalahannya (kealpaanya) menyebabkan orang luka sedemikian rupa, sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sebagaimana dalam dakwaan Subsidair Penuntut Umum, menurut Martin Purba SH MH dirinya sangatlah keberatan dan tidak menerimanya.
Alasan pengacara terdakwa ini menyatakan hal tersebut karena para terdakwa (Irawadinata Rambe dan Wawandra-red) bekerja di Kilang Pertamina Dumai sesuai dengan perintah dan arahan dari Pihak PT Kilang Pertamina Internasional (KPI RU II Dumai.
Terdakwa I dan terdakwa II dalam memenuhi kebutuhan keluarganya kedua terdakwa bekerja melalui PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) melakukan pekerjaan di PT Kilang Pertamina Internasional sebagai UTI Man NDT dan Teknisi yang bekerja dibawah arahan dan pengawasan dari inspektorat dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI).
Dimana dalam melakukan pekerjaannya kata Martin Purba dalam nota pledoinya, para terdakwa tidak pernah bekerja atas kemauan sendiri akan tetapi selalu bersama dengan inspektorat dari PT Kilang Pertmina Internasional (KPI) sebab area pekerjaan yang dikerjakan para terdakwa adalah area milik PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) RU II Dumai.
Saat terdakwa membuka penutup atau pembalut pipa hydrogen atau pipa gas yang rusak akibat korosi merupakan perintah pihak Pertamina kepada Irawadinata Rambe dan Wawandra dilaksanakan dengan baik hingga dilakukan thickness atau pengukuran sesuai bidangnya hingga dilakukan pelaporan bahwa tugas perintah sudah dilaksanakan.
Maka menurut Martin Purba SH MH dalam nota pledoinya mengatakan berdasarkan seluruh uraian keterangan saksi-saksi, ahli dan terdakwa serta bukti-bukti surat yang diajukan selama pemeriksaan di persidangan apabila dianalisa dengan menghubungkan alat bukti yang satu dengan yang lainnya, maka terungkap fakta-fakta persidangan yang semakin menjelaskan bahwa Surat Tuntutan Penuntut Umum tidak terbukti, jelas Martin Purba.
Analisa dan fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan dalam perkara ini cukup jelas bahwa terdakwa I Irawadinata Rambe dan terdakwa II Wawandra pernah diperintahkan oleh PT Pertamina melalui PT BKI melakukan thicknnes atau pengukuran ketebalan Pipa di areal 211-212 pertamina atas permintaan Rudi Hermawan (terdakwa berkas terpisah) merupakan seorang Inspektoran PT Pertamina pada 3 Oktober 2022 dan hal ini diakui Rudi Hermawan dan saksi Kamaruddin, ungkapnya.
Kemudian Irawadinata Rambe dan Wawandra melakukan thicknnes yang di dahului oleh pembukaan insulation pipa hydrogen oleh Irawadinata Rambe dan Wawandra dan berlanjut melakukan thicknnes atau pengukuran ketebalan pipa sebab Irawadinata Rambe adalah seorang UTI Man yang memiliki tugas dan keahlian untuk melakukan thicknnes atau pengukuran ketebalan pipa dan melaporkan hasil thickness tersebut ke pihak Pertamina.
Lalu setelah selesai melakukan pengukuran ketebalan Pipa oleh Irawadinata Rambe, kemudian Wawandra kembali bertanya kepada Pertamina melalui Rudi Hermawan apakah pipanya tidak diinsulation atau ditutup kembali ?
Atas pertanyaan terdakwa Wawandra tersebut, Rudi Hermawan selaku pihak Pertamina menjawab tidak perlu biar nanti bagian MA (Maintenance Area) yang menutupnya, jawab Rudi Hermawan kepada terdakwa Wawandra.
Dan sebelum pipa hydrogen meledak, pihak maintenance area (ma) sudah melakukan penutupan atau pipa tersebut sudah ditutup kembali oleh Arief Gunawan atas perintah dan permintaan Abdul Hafizh.
Atau artinya, pipa yang dibuka insulasinya dan di thickness atau di ukur ketebalan pipa setelah temuan korosi atau berkarat bukan meledak saat itu namun meledak 6 (enam) bulan kemudian setelah bagian MA sudah menutup kembali insulasi pipa atas perintah Abdul Hafizh.
Oleh karena itu, menurut Martin Purba, tuntutan yang dijatuhkan oleh JPU Andi Saputra Sinaga SH MH, dianggapnya tidak punya dasar yang kuat untuk menghukum atau menuntut kliennya (Irawadinata Rambe dan Wawandra-red) masing-masing penjara 3 bulan karenanya pihaknya melakukan Pledoi atas tuntutan tersebut.
“Tuntutan jpu memakai pasal 360 ayat 2 dengan tuntutan 3 bulan penjara tidak punya dasar yang kuat karena terdakwa bekerja di perintah dan di awasi pemberi pekerjaan”, ujar Dr. Martin Purba SH.MH.
Di perintah dan diawasi oleh pemberi pekerjaan yang dimaksud Martin Purba yakni pihak Pertamina Dumai memberi perintah kerja kepada terdakwa (Irawadinata Rambe dan Wawandra-red).
Kemudian atas perintah kerja dari pihak Pertamina usai dikerjakan, terdakwa Irawadinata pun ada membuat laporan hasil pekerjaan thickness atau pengukuran ketebalan pipa yang korosi kepada pemberi perintah kerja (Pertamina), kata Martin.
Apalagi menurut pengacara terdakwa (Irawadinata Rambe dan Wawan) saat melakukan tugas yang diperintahkan pihak Pertamina, kejadian ledakan jaraknya atau tenggang waktunya sangat jauh yakni tenggang waktu hingga 6 bulan.
“Itupun dalam tenggang waktu 6 bulan itu masih ada orang lain bekerja pada pipa sebelum meledak tersebut”, imbuh Martin Purba lagi.
Kemudian Dr Martin Purba pengacara terdakwa ini menyebut keheranannya atas tuntutan JPU menyebut terjadi ledakan akibat terdakwa yang membuka insulasi pipa korosi atau berkarat usai di thickness atau di ukur tidak di isolasi kembali tidak tepat karena pipa meledak setelah 6 (enam) bulan kemudian.
Martin Purba menegaskan, pada bulan Februari sebelum pipa meledak sudah ada bagian maintenance area menutup atau meng isolasi kembali, lantas dimana kelalaian atau kealpaan terdakwa Irawadinata dan Wawan tanya Martin Purba.
Menurut Martin Purba lebih jauh menjelaskan, bahwa unsur kelalaian atau kealpaan adalah apabila terdakwa saat kejadian ledakan pipa ada kontak langsung dengan peristiwa.
Sedangkan saat kejadian ledakan pipa, kedua terdakwa tidak ada kontak langsung dengan peristiwa ledakan atau tidak saat pengerjaan tickness atau pengukuran pipa, akan tetapi kejadian ledakan sudah 6 bulan setelah pipa di kerjakan dan masih ada orang yang lain bekerja sebelum pipa meledak.
“Unsur kealpaan itu apabila kontak langsung dengan peristiwa dalam hal ini si terdakwa tidak ada kontak langsung dengan peristiwa karena sudah 6 bulan setelah di kerjakan dan masih ada orang yang lain yang bekerja setelah terdakwa bekerja pada objek yang meledak”, ujar Martin Purba.
Demikian hal yang sama sebelumnya pernah ditanggapi Ahli Hukum pidana dan acara pidana FH Unikom Bandung, Dr Musa Darwin SH MH, usai sidang Polda Riau dipraperadilankan kuasa hukum pemohon (saat ini terdakwa-red) terkait sah atau tidaknya status tersangka dua pekerja Kontraktor (Irawadinata Rambe dan Wawandra-red) oleh Polda Riau atas meledaknya pipa hydrogen PT Pertamina Internasional RU II Dumai 1 April 2023.
Dr Musa Darwin SH MH kepada media ini saat itu mengatakan dari sisi kacamata hukum sesuai keahliannya tentang penetapan dua tersangka atas kejadian ledakan di Kilang Pertamina menurut pandangannya tidak terpenuhi.
Alasan Dr Musa Darwin, katanya merujuk dari berkas yang dia pelajari terkait perkara dimaksud beserta konsultasi dengan pihak kuasa pemohon, dia (Musa Darwin) menyebut berpandangan penetapan tersangka terhadap diri pemohon tidak terpenuhi adanya dua alat bukti secara sah dan meyakinkan alat bukti secara kuantitas dan kualitas.
Karenanya kata Musa Darwin dengan kata lain, termohon (Polda Riau) telah prematur menetapkan pemohon (Irawadinata dan Wawan) ditetapkan sebagai tersangka dan saat ini terdakwa dalam perkara kilang meledak.
“Pasal yang dituduhkan kepada Irawadinata dan Wawan pokoknya mengenai kelalaian, hal yg mana semua alat bukti yang tersaji harusnya ada korelasi dengan perbuatan kelalaian atau kealfaan, hal mana berdasarkan fakta yang ada justeru pemohon (saat ini terdakwa-red) sudah menjalankan perintah dari penguasa (Pertamina)”, jelas Dr Musa Darwin SH MH.
Karena menjalankan perintah maka tidak bisa dinyatakan lalai, merujuk pasal 51 ayat 1 KUHP, maka terhadap perbuatan menjalankan perintah tidak dapat dipidana atau didalam penyidikan tidak patut ditetapkan sebagai tersangka, apalagi mereka dibuat sebagai tersangka dengan tuduhan akibat kelalaian atau kealpaan mengakibatkan pipa hidrogen atau pipa gas yang korosi meledak, jelas Musa Darwin.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, PT Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Inspeksi Tehnik yang terdaftar di SKUP Migas lingkup Pekerjaan Ultrasonic Test (UT) Thickness Measurement (Pemeriksaan ketebalan material) saat itu mendapat kontrak di kawasan Kilang Pertamina Dumai.
Irawadinata Rambe dan Wawandra mendapat perintah kerja dari pihak Pertamina dalam hal ini dari Rudi Hermawan mewakili perusahaan Pertamina untuk membuka pembungkus atau insulasi pada titik pipa hydrogen yang korosi pada 3 Oktober 2022.
Setelah insulasi di buka pada sisi pipa hydrogen yang dibuka tampak korosi dan rusak akibat tetesan air lau dari pipa lainnya diatas pipa hydrogen.
Usai insulasi pipa hydrogen dibuka tampak pipa hydrogen sudah korosi atau karatan maka kemudian dilakukan pembersihan dan dilakukan pengukuran atau di thickness ketebalan pipa pada sisi pipa korosi.
Setelah di thickness, Irawadinata Rambe memberikan laporan kepada pihak Pertamina Rudi Hermawan adanya penipisan pipa akibat korosi itu.
Dan kemudian Irawadinata Rambe bertanya kepada Rudi Hermawan adakah insulasi pipa ditutup kembali akan tetapi Rudi Hermawan menjawab tidak usah karena pihak maintenance area yang melakukan penutupan kembali insulasi pipa, kata Rudi Hermawan.
Hingga rentang waktu beberapa bulan namun ada pihak lain yang kembali menutup insulasi pipa hydrogen tersebut dan kemudian pada tanggal 1 April 2023 sekitar pukul 22.30 Wib, pipa hydrogen yang sudah terdapat penipisan akibat korosi meledak dan menimbulkan api hingga sempat terjadi kebakaran.** (Tambunan)